Agama Yang Dianut Kerajaan Sriwijaya – Artikel ini perlu dibersihkan agar memenuhi standar Wikipedia. Alasannya tidak disebutkan. Perluas artikel ini sebanyak mungkin. Pembersihan teks dapat dilakukan dengan membersihkannya atau dengan membagi teks menjadi beberapa paragraf. Jika disetel, hapus templat ini. (Pelajari bagaimana dan kapan harus menghapus pesan template ini)
Artikel ini tidak mengandung tautan atau sumber terpercaya, sehingga isinya tidak dapat diverifikasi. Tolong bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan tautan yang relevan. Artikel yang tidak bersumber dapat dipertanyakan dan dihapus kapan saja. Temukan sumber: Agama Buddha di Indonesia – Berita · Majalah · Buku · Cendekiawan · JSTOR
Agama Yang Dianut Kerajaan Sriwijaya
Agama Buddha mempunyai sejarah yang panjang di Indonesia dan merupakan salah satu dari enam agama yang diakui di Indonesia, bersama dengan Islam, Kristen (Protestan dan Katolik), Hindu, dan Konghucu. Menurut perkiraan pada tahun 2022, sekitar 0,7% dari total penduduk Indonesia akan beragama Buddha, sekitar 2 juta orang. Mayoritas umat Buddha terkonsentrasi di Jakarta, Reo, Pulau Reo, Bangka Balitung, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin jauh lebih tinggi, karena penganut Taoisme dan agama rakyat Tiongkok, yang tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, mungkin menganggap diri mereka beragama Buddha berdasarkan sensus. Saat ini, sebagian besar umat Buddha di Indonesia adalah orang Tionghoa, namun terdapat juga komunitas kecil penganut Buddha asli Indonesia (seperti suku Jawa dan Sasak).
Pdf) Menilik Diplomasi Pendidikan Agama Buddha Oleh Kerajaan Sriwijaya Dalam Prasasti Nalanda Abad Ke 9 M
Agama Budha pertama kali masuk ke nusantara (sekarang Indonesia) pada tahun Masehi. pada abad ke-5, dilihat dari prasasti yang tersedia. Dogo pertama kali dibawa dari Tiongkok oleh seorang musafir bernama Fa Hsen.
Kerajaan Buddha pertama yang muncul di nusantara adalah Sriwijaya Kedatuan yang didirikan pada abad ke-7 hingga tahun 1377. Sriwijaya Kedatuan merupakan salah satu pusat perkembangan agama Buddha di Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari catatan seorang sarjana Tiongkok bernama I Ching yang melakukan perjalanan ke India dan nusantara serta mendokumentasikan perkembangan agama Buddha di sana. Biksu Budha lainnya yang berkunjung ke Indonesia adalah Atisa, Dharmapala, Guru Manlanda, dan Vajrabodhi, seorang umat Buddha dari India Selatan.
Di Pulau Jawa juga terdapat kerajaan Budha yaitu Kerajaan Syaylandra yang bahkan berada di Jawa Tengah meskipun tidak sebesar Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini didirikan antara tahun 775 hingga 850 dan meninggalkan warisan berupa sejumlah candi Budha yang masih ada, antara lain Candi Borobudur, Candi Mendot, dan Candi Pavon. Setelah itu berdirilah Kerajaan Majapahit pada tahun 1478-1292 yang merupakan kerajaan Hindu-Budha terakhir di Indonesia. Kerajaan Majapahit didirikan pada masa pemerintahan Haim Waruk dan Maha Fatih, Gaja Mada. Namun karena perselisihan internal dan tidak adanya pemimpin pengganti yang mampu menandingi kejayaan Worok Laut dan Gaja Mada, kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Pasca runtuhnya Kerajaan Majapahit, kerajaan Hindu-Buddha mulai tergeser oleh kerajaan Islam.
Sejak masuknya agama Budha, khususnya pada masa Kerajaan Sriwijaya, mayoritas penduduk di wilayah tersebut, khususnya wilayah Jawa dan Sumatera di nusantara, telah menganut agama Budha. Namun setelah berkembangnya negara Islam di Indonesia, jumlah umat Buddha semakin berkurang karena digantikan oleh agama baru yaitu Islam yang dibawa oleh para pedagang yang menetap di daerah pesisir. Jumlah umat Buddha di Indonesia juga tidak bertambah pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang. Juga pada masa penjajahan Portugis, agama Buddha menurun di Indonesia karena orang-orang Eropa juga membawa misionaris untuk menyebarkan agama Kristen di pulau-pulau tersebut.
Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah kerajaan maritim di Sumatera, namun pengaruhnya meluas ke Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, dan banyak lagi. Sriwijaya berasal dari bahasa Sansekerta, sri artinya “cerah” dan vijaya artinya “kemenangan”. Kerajaan Sriwijaya pertama kali berdiri pada tahun 600 M dan bertahan hingga tahun 1377 M. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan terlupakan yang ditemukan kembali oleh penjelajah Perancis Georges Couds pada tahun 1920-an.
George Codes memperkenalkan kembali Sriwijaya berdasarkan apa yang dia temukan dalam teks dan informasi dari Tiongkok. Temuan George Codes kemudian dimuat di surat kabar Belanda dan Indonesia.
Dan sejak saat itu, kepemimpinan Sriwijaya mulai dikenal kembali oleh masyarakat. Hilangnya informasi mengenai keberadaan Sriwijaya disebabkan karena hanya sedikit yang tersisa dari masa pemerintahan Sriwijaya sebelum kejatuhannya. Beberapa penyebab jatuhnya pemerintahan Sriwijaya adalah:
Penyerangan ini berhasil menangkap raja Sriwijaya dan kemudian datanglah Dinasti Chola yang menguasai kerajaan Sriwijaya. Akibat penyerangan tersebut, kedudukan pimpinan Sriwijaya di nusantara mulai terpuruk.
Kerajaan Pajajaran: Sejarah, Masa Kejayaan, Dan Peninggalan
Ketika kekuasaan dinasti Chola merosot, muncullah kerajaan Dharmasaraya yang menaklukkan Semenanjung Malaya dan menghapuskan keberadaan kerajaan Sriwijaya.
Penyebab lain jatuhnya Sriwijaya adalah peperangan dengan kerajaan lain seperti Singusari, Majapahit, dan Dharmasaraya. Selain menyebabkan jatuhnya Sriwijaya, perang ini juga menyebabkan banyak peninggalan Sriwijaya rusak atau hilang, sehingga keberadaan Kekuasaan Tertinggi Sriwijaya terlupakan selama berabad-abad.
Perkembangan agama Buddha pada masa Sriwijaya dapat dipelajari dari laporan I-Ching. Sebelum belajar di Universitas Nalanda di India, Yi-ching mengunjungi pimpinan Sriwijaya. Berdasarkan catatan I-Ching, Sriwijaya merupakan rumah bagi para cendekiawan Buddha dan pusat pembelajaran agama Buddha. Hal ini membuktikan bahwa agama Buddha berkembang pesat pada masa pemerintahan Sriwijaya. Selain itu, I-tsing juga melaporkan bahwa terdapat aliran Buddha Theravada (kadang disebut Hinayana) dan Mahayana di Sriwijaya. Dan seiring berjalannya waktu, agama Buddha di Sriwijaya dipengaruhi oleh aliran Vajrayana di India.
Pesatnya perkembangan agama Buddha di Sriwijaya juga didukung oleh bangsawan Budha asal Sriwijaya yaitu Skyakirti bernama Skyakirti Ba Mi-ching yang ditemuinya selama berada di Sriwijaya.
Sejarah Nusantara Zaman Hindu Buddha
Selain guru besar Buddha, I Ching juga mengumumkan bahwa terdapat perguruan tinggi Buddha yang memiliki hubungan baik dengan Universitas Nalanda di India, sehingga hanya sedikit orang yang mempelajari agama Buddha di negara tersebut.
Majapahit merupakan sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang berdiri sekitar tahun 1293-1500. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Haim Waruk yang memerintah antara tahun 1389-1350. Semenanjung ini dianggap sebagai salah satu negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Majapahit meninggalkan banyak situs suci, sisa-sisa upacara keagamaan pada masa itu. Bangunan suci tersebut dikenal dengan sebutan candi, pemandian suci (partirtan) dan gua pertapaan. Bangunan-bangunan dalam survei ini sebagian besar bernuansa Siwa, dan ada pula yang beragama Budha, antara lain Candi Yagu, Bhayalangon, Sanggran, dan Jabong, yang dapat dikenali dari ciri arsitekturnya, arca-arca terbengkalai, arca candi, dan sertifikatnya, seperti Kakavin Nagarakretagama, Arjunavija. , Sutasoma, dan caption kecil.
Menurut sumber tertulis, raja-raja Majapahit biasanya adalah dewa Siwa dari aliran Sivasdhanta, kecuali Tribuvanathungadevi (ibu laut Vuruk), yang merupakan penganut agama Buddha Mahayana. Namun Siwa dan Budha tetap menjadi agama resmi negara hingga akhir tahun 1447. Penguasa agama resmi pada masa pemerintahan Radan Vijaya (Kartrajasa) adalah Siwa dan Budha dua tingkat lebih tinggi yaitu cincin Dharmadyaksa Ksivan dan cincin Dharmadyaksa, lalu ada lima . Pejabat Siwa di bawahnya disebut Dharmapapapati atau Dharmadihikarana.
Mengenal Sejarah: 5 Teori Masuknya Agama Hindu Buddha Ke Nusantara
Pada masa Majapahit, terdapat dua kitab yang menjelaskan ajaran Buddha Mahayana, yaitu Sangyang Kamayanan Mantrayana yang berisi ajaran untuk biksu yang ditahbiskan, dan Sangyang Kamayanikan yang berisi kumpulan ajaran tentang bagaimana orang sampai pada pelepasan keduniawian. Ajaran utama Sangyang Kamayanikan adalah menunjukkan bahwa berbagai bentuk pembebasan itu sama. Ia tampaknya mencerminkan pendekatan penulis Sanjyan Kamayanikan dalam mengidentifikasi Siwa dengan Sang Buddha dan memanggilnya “Siwa-Buddha”, bukan lagi Siwa atau Buddha, melainkan Siwa-Buddha sebagai Kesadaran Tertinggi.
Pada masa Majapahit (1478-1292) sinkretisme mencapai puncaknya. Tampaknya Hindu-Siwa, Hindu-Wisnu dan Budha bisa hidup berdampingan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk berbeda dari kebenaran yang sama. Siwa dan Wisnu memiliki bobot yang sama dan direpresentasikan sebagai ‘Harihara’ yaitu patung (monumen) setengah Siwa dan setengah Wisnu. Siwa dan Buddha dianggap setara. Misalnya dalam kitab Mpu Tantular Kakawin Arjunawijaya yang menyebutkan bahwa ketika Arjunawijaya memasuki candi Budha, para pandita menjelaskan bahwa Jina yang digambarkan dalam patung-patung di seluruh dunia sama dengan kedatangan Siwa. Vairokana mirip dengan Sadasiva yang menempati posisi sentral. Axovia sama seperti Rudra yang menempati posisi timur. Ratnasambhava setara dengan Brahma yang menempati posisi selatan, Amitabha setara dengan Deva yang menempati posisi barat, dan Amugadhi setara dengan Wisnu yang menempati posisi utara. Jadi para biksu berkata tidak ada perbedaan antara Budha dan Siwa. Kitab Kunjarakarna mengatakan bahwa tidak seorang pun, apakah pengikut Siwa atau pengikut Buddha, dapat mencapai pembebasan dengan memisahkan diri yang satu, Siwa-Buddha.
Kebangkitan agama Siwa-Buddha pada masa Majapahit antara lain terlihat dari cara raja dan keluarganya wafat secara dharma di dua candi yang berbeda ciri keagamaannya. Hal ini terlihat pada raja Majapahit pertama, Kartarajasa, yang dharma di candi Sombrajati (Simping) sebagai Siwa (Sivavimbha) dan di Anthapura sebagai Buddha; atau raja Majapahit kedua, Raja Jayabaya, yang terdapat dalam Dharmik Sila Patak (ed. Sila Patak) sebagai Wisnu dan Sukhalila sebagai Buddha. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap realitas hakiki Siwa dan Budha tidaklah sama.
Meski agama Budha dan Hindu tersebar di Jawa Timur, namun kepercayaan nenek moyang nampaknya masih memegang peranan dalam kehidupan masyarakat. Tampak struktur candi yang meliputi tempat pemujaan leluhur berupa batu-batu megalitik yang ditempatkan pada teras tertinggi candi.
Tinggalan Kerajaan Panai & Upaya Pertama Menyingkap Eksistensinya
Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada akhir masa pemerintahan Raja Barwijaya V (1468-1478) dan runtuh pada tahun 1478, Islam lambat laun digantikan oleh agama Budha dan Hindu.
Indonesia Modern[sunting |: sunting sumber] sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia [sunting | ganti sumber]
Setelah Indonesia merdeka, masyarakat bangkit untuk merawat dan melindungi agama Buddha
Agama kerajaan sriwijaya, corak agama kerajaan sriwijaya, agama yang dianut tony q, agama yang dianut ahok, kerajaan sriwijaya menganut agama, agama yang dianut valentino rossi, agama yang dianut didi kempot, agama yang dianut permadi, mengapa kerajaan sriwijaya dikatakan sebagai pusat pembelajaran agama buddha, agama yang dianut kerajaan majapahit, agama yang paling banyak dianut di dunia, agama yang dianut surya paloh